Sabtu, 12 Juli 2008

BUDIDAYA PADI HIBRIDA

TEHNIK BUDIDAYA
PADI HIBRIDA

PENDAHULUAN

Pengertian dari padi hibrida adalah turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua galur murni. Varietas padi hibrida yang akan dikembangkan merupakan generasi F1 hasil persilangan antara galur mandul jantan (A) dengan restorer (R).
Ada 2 varietas yang telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Padi, yaitu varietas Rokan dan Maro. Kedua varietas ini mempunyai daya hasil tinggi, di lokasi yang sesuai dapat menghasilkan 1,0 s.d. 1,5 ton / hektar ebih tinggi daripada varietas IR 64. Namun demikian, kedua varietas hibrida ini tidak selalu memberikan hasil yang tinggi daripada IR 64 di semua lokasi. Artinya, tidak semua lokasi sesuai untuk budidaya padi hibrida tersebut.
Dan yang terbaru ada 2 padi hibrida hasil penelitian Balai Besar Penelitian Tanmaan Padi Sukamandi bekerjasama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah yang akan dikembangkan adalah : IR 58025A / IR 168 dan IR 62829A / B 8049F masing-masing dilepas oleh Menteri Pertanian tanggal 7 Pebruari 2007 dengan nama HIPA 5 CEVA dan HIPA 6 JETE dengan potensi hasil 8,4 ton – 10,6 ton per hektar GKG.
Dengan sifat – sifat seperti diuraikan di atas, kedua padi hibrida tersebut dianjurkan untuk dibudidayakan di lokasi yang sesuai pada lahan sawah yang subur dengan irigasi terjamin dan bukan daerah endemik hama wereng coklat dan penyakit virus tungro.


TEHNIK BUDIDAYA

1. Benih

Benih padi hibrida hanya dapat digunakan untuk satu kali musim pertanaman. Karena benih dari hasil pertanaman padi hibrida tidak dapat ditanam kembali, maka setiap kali menanam harus menggunakan benih baru. Untuk 1 hektar areal pertanaman membutuhkan antara 10 – 20 kg benih. Sebelum disebar, benih direndam selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam selama 24 jam ditempat yang aman.

2. Pesemaian

- Areal untuk lahan pesemaian diusahakan bukan bekas tanaman padi atau bero untuk menghindari benih tercampur dengan padi varietas lain.
- Tanah diolah, dicangkul atau dibajak, dibiarkan dalam kondisi macak-macak selama minimal 7 hari agar gabah yang ada dalam tanah tumbuh sehingga bisa dibersihkan sebelum benih disebar.
- Buat bedengan dengan tinggi 5-10 cm, lebar 110 cm dan panjang disesuaikan dengan ukuran petak dan kebutuhan.
- Pupuk pesemaian dengan urea, TSP dan KCl masing-masing sebanyak 5 gr/m2.
- Sebar benih yang telah diperam dengan merata.

3. Persiapan Lahan.

- Tanah diolah secara sempurna yaitu dibajak I, dibiarkan selama 5-7 hari dalam keadaan macak-macak kemudian dibajak II dan digaru untuk melumpurkan dan meratakan tanah.
Untuk menekan pertumbuhan gulma, lahan yang telah diratakan disemprot dengan herbisida pratumbuh dan dibiarkan selama 7-10 hari.

4. Penanaman.

- Penanaman dilakukan saat bibit berumur 21 hari.
- Jarak tanam 20 x 20 cm, satu tanaman per rumpun.
- Biasanya pada umur 21 hari ada sebagian bibit yang telah mempunyai anakan karena populasi bibit dipesemaian lebih jarang dari yang biasa dipraktekan petani. Bibit yang telah mempunyai anakan tidak boleh dipisahkan pada saat menanam.

5. Pemupukan.

a. Musim kemarau
- Takaran pupuk : 300 kg urea, 100 kg SP 36
dan 150 kg KCl/ha.
- Waktu pemberian :
1. Saat tanam : 60 kg urea + 100 kg SP 36
+ 100 kg KCl/ha.
2. 4 MST : 90 kg urea /ha.
3. 7 MST : 75 kg urea + 50 kg KCl/ha.
4. 5% berbunga : 75 kg urea/ha.
b. Musim hujan
- Takaran pupuk : 250 kg urea, 100 kg SP 36
dan 150 kg KCl/ha.
- Waktu pemberian :
1. Saat tanam : 50 kg urea + 100 kg SP 36
+ 100 kg KCl/ha.
2. 4 MST : 75 kg urea /ha.
3. 7 MST : 75 kg urea + 50 kg KCl/ha.
4. 5% berbunga : 50 kg urea/ha.

6. Pemeliharaan Tanaman

- Penyiangan dilakukan secara intensif paling sedikit 2 kali menjelang pemupukan 2 dan 3

- Padi hibrida peka terhadap penyakit tungro dan hama wereng coklat, oleh karena itu hindari pengembangan di daerah endemis hama dan penyakit, terapkan PHP dengan monitoring keberadaan tungro dan populasi wereng coklat. Perhatikan juga serangan hama tikus dan penerbangan ngengat penggerek batang.
- Insektisida yang manjur mengendalikan hama wereng coklat dan wereng punggung putih diantaranya fipronil dan imidakloprid. Insektisida buprofezin juga dapat digunakan untuk mengendalikan. Untuk mengendalikan penyakit tungro dapat digunakan insektisida imidakloprid, tiametoksan, etofenproks dan karbofuran.

7. Panen

- Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau sekitar 90 % malai telah menguning.
- Setelah dipanen, gabah harus segera dikeringkan agar diperoleh rendemen dan mutu beras yang baik.
- Pada prinsipnya cara panen dan pengolahan hasil padi hibrida tidak berbeda dengan padi biasa (padi inbrida).

Tidak ada komentar: